Assalamu'alaykum Wr. Wb.
Ramainya pembicaraan mengenai hukum memakai emas dan sutera
bagi laki-laki Muslim, dimana bila kita lihat dari al-Hadis maka disebutkan
mengenai keharamannya sedangkan al-Qur'an sendiri sama sekali tidak pernah
menyinggung masalah ini. Adalah bijak apabila kita mencoba mengembalikan ini
pada latar belakang dan tujuan dari pelarangan pemakaian emas dan sutera itu
sendiri.
Bahwa sudah sama-sama kita ketahui bersama, Nabi Muhammad
senantiasa bertindak dan memutuskan perkara yang ada didalam kehidupannya
berdasarkan petunjuk atau wahyu dari Allah.
Qs. 6 al-an’am : 51 Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan Qs. 6 al-an’am : 51
Qs. 6 al-an’am : 106 Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu
Qs. 7 al-a’raf : 203 Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari
Tuhanku kepadaku
Qs. 10 Yunus : 15 "Datangkanlah al-Qur'an yang lain daripada ini atau
gantilah dia". Katakanlah: “Aku tidak punya hak untuk mengubahnya atas
kemauanku sendiri sebab aku tidak mengikuti selain dari yang diwahyukan
kepadaku. Sungguh, aku takut jika sampai durhaka kepada Tuhanku terhadap azab
dihari kiamat.”
Dari beberapa ayat al-Qur'an diatas, maka Nabi Muhammad
memang tidak memiliki otoritas apapun dalam menjatuhkan hukum terhadap suatu
perkara berdasarkan keinginan atau hawa nafsunya, sebagai contoh bisa kita
lihat dalam kasus perseteruan antara istri-istri beliau (dimana atas dasar
kecemburuannya semua istri Nabi termasuk 'Aisyah sepakat untuk menjelekkan
Maria yang telah melahirkan Ibrahim da dihadapan Nabi), beliau sempat
memutuskan untuk mengharamkan madu berdasarkan ijtihadnya pribadi, lalu ayat
berikut turun sebagai teguran kepada Nabi atas sikapnya tersebut : "Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang sudah Allah
halalkan bagimu hanya karena kamu ingin mencari kesenangan hati isteri-isterimu
?" ( Qs. 66 at-Tahrim 1 )
Tentunya kejadian teguran seperti ini akan terulang kembali
kepada Nabi apabila beliau terbukti melakukan pengharaman atas apa-apa yang
sudah dihalalkan oleh Allah didalam kitab-Nya.
"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang
disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram",
untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak akan beruntung." ( Qs. 16 an-Nahl 116 )
Semua yang diharamkan oleh Allah tentu memiliki hukum-hukum
yang bisa dijelaskan asas dan manfaatnya, misalnya kenapa memakan daging babi
atau meminum darah itu haram, toh dari penelitian ilmiah ditemukan berbagai
penyakit dan bakteri didalamnya.
Contoh lain kenapa dalam surah 60
al-Mumtahanah 10 disebutkan wanita muslimah haram kawin dengan laki-laki kafir
karena kecenderungan sifat wanita untuk menurut kepada laki-laki yang
dicintainya sehingga dikhawatikan dapat mengembalikan dia kepada kekafiran
setelah dia beriman, disamping itu hal inipun akan membuat satu kemelut baru
dalam rumah tangganya berkaitan dengan status keagamaan sang anak, akan ada
tarik ulur antara Islam dan kafir yang semuanya hanya akan membuat keharmonisan
Islam didalam rumah tangga dan masyarakat menjadi kacau dan tidak beraturan.
Dari ini semua kita lihat bahwa semua larangan memiliki
tujuan, memiliki argumentasi bagi kemaslahatan pribadi dan umum bukan
pelarangan berdasarkan dogmatis yang tanpa dasar. Lalu kembali pada kasus emas
dan sutera, inipun bisa ditinjau dari sisi yang sama.
"Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang
keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar
hak manusia tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang
Allah tidak menurunkan dasarnya untuk itu dan mengada-adakan terhadap Allah apa
saja yang tidak kamu ketahui" ( Qs. 7 al-A’raaf 33 )
Kalimat Allah mengharamkan perbuatan yang keji pada ayat
diatas berlaku umum sekali, dan semua tingkah laku yang mengarah pada perbuatan
keji ini bisa menyebabkan jatuhnya keharaman atas perbuatan tersebut. Misalnya dalam hal berlebih-lebihan :"Janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." ( Qs. 6 Al-An'am : 141 )
Atau dalam hal menganiaya diri : "Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim" ( Qs. 3 Ali
Imran :140 )
Kedua hal ini bisa dikiaskan hukumnya pada orang yang
bermegah-megahan, memakai perhiasan emas pemata, membeli apa yang sebenarnya
sudah lebih dari mencukupi kebutuhan hidupnya sementara banyak orang lain
disekitarnya dalam keadaan menderita, jangankan untuk memakai emas, untuk
menyalin baju yang dipakaipun kadang harus menunggu hari panas sebab bila cuaca
hujan terus bajunya tidak kering dan dia tidak berpakaian, banyak juga
masyarakat disekitar kita yang untuk makanpun harus menjadi kuli angkut
dipasar, mengayuh becak, hujan panas, siang dan malam dan seterusnya.
Lalu orang-orang yang merokok, menghamburkan uang hanya
untuk hal yang sama sekali tidak ada manfaat dan malah sebaliknya begitu banyak
hal yang membahayakan dari sisi kesehatan, ini pun bisa dikiaskan sebagai
perbuatan zalim atau keji yang bisa saja jatuh haram terhadapnya. Berdasarkan riwayat beberapa hadis, tampaknya perhiasan emas
dan sutera yang ada pada diri Nabi waktu itu merupakan hadiah dari Muqauqis
seorang penguasa Mesir yang pernah disurati oleh Nabi untuk memeluk Islam, sebagai
bentuk hormat beliau Saw terhadap pemberian Muqauqis, emas dan kain sutera itu
dipakainya akan tetapi sikap ini langsung di-ikuti oleh sejumlah sahabatnya
yang tingkat sosial ekonominya berkecukupan, tindakan ini membuat Nabi menjadi
malu dan gusar, betapa sebagai seorang pimpinan yang seluruh tindak tanduknya
menjadi contoh dan panutan oleh semua kalangan dan lapisan masyarakat apa yang
diperbuatnya bukanlah hal yang pantas.
Kita pun tahu bahwa disekeliling Nabi banyak tinggal
orang-orang susah, hidup dimasjid dan ditanggung oleh sahabat-sahabat yang
mampu (misalnya dalam hal ini kita contohkan Abu Hurairah), lalu bagaimana
kiranya perasaaan orang-orang tersebut melihat Nabi memakai perhiasan yang
begitu mewah yang bahkan tidak mampu mereka kenakan meski dalam mimpi dan
angan-angan mereka ?
Karenanya kita juga dapati dalam riwayat lain bahwa Nabi
akhirnya menyerahkan pakaian mewah itu kepada menantu sekaligus orang paling
dekat dengan dirinya yang sudah dianggapnya saudara bagaikan Harun dan Musa : Dari Ali bin Abi Talib r.a. berkata: "Dihadiahkan kepada
Nabi Saw sepasang pakaian yang bersulam dengan sutera dan emas, lalu ia
kirimkan kepadaku lalu akupun memakainya, tapi aku lihat kemarahan pada wajah
Nabi Saw, lalu ia bersabda : 'Sesungguhnya aku tidak mengirim pakaian itu
kepadamu untuk engkau pakai, tapi aku kirim itu agar engkau potong-potong
sebagai kudung untuk dibagikan diantara perempuan-perempuan"- Riwayat Ahmad,
Bukhari dan Muslim.
Dengn demikian, apa yang kita dapati dari sejumlah hadis
mengenai keterlarangan memakai emas dan sutera bisa kita paralelkan dengan yang
termaktub dalam surah al-a'raaf ayat 203 tadi. Pertanyaan selanjutnya, kenapa hukum tersebut tidak
disebutkan secara transparan didalam al-Qur'an ?
Jawabannya karena ayat-ayat al-Qur'an sendiri terdiri dari
dua kategori, yaitu Muhkamat dan Mutasyabihat. "Dia-lah yang menurunkan Kitab kepada kamu. Di
antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi al-Qur'an, dan
yang lain mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada
kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk
menimbulkan fitnah /perselisihan/ dan untuk mencari-cari pengertiannya,padahal
tidak ada yang mengetahui pengertiannya melainkan Allah serta orang-orang yang
mendalam ilmunya. Katakanlah:"Kami beriman kepada yang semua ayat-ayatnya
itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran melainkan
orang yang mau memikirkan." ( Qs. 3 ali Imron :7 )
Ada hal-hal tertentu yang memang memerlukan kajian dan
analisa secara mendalam, baik melalui kias ataupun berdasarkan ilmu pengetahuan
modern, sesuai dengan ayat tersebut diatas bahwa ayat-ayat Mutasyabihat hanya
bisa dimengerti oleh orang yang mendalam ilmunya dan bagi mereka yang mau
berpikir.
Berpikir tidak hanya yang bersifat tekstual tersurat namun
juga berpikir mengenai ayat-ayat yang tersirat dibalik yang tersurat tadi. Oleh sebab itu kenapa misalnya kita tidak melihat adanya
hukum yang mengatur mengenai Polyandri sementara al-Qur'an sendiri mengatur dan
membicarakan masalah Polygami atau kenapa juga misalnya tidak dijelaskan secara
detil pencurian yang bagaimana yang harus dihukum potong tangan apakah itu
mencuri dalam skala besar atau mencuri hanya karena faktor lapar dan terpaksa
...dan seterusnya dan sebagainya.
Ada banyak sekali hal-hal yang memang harus dipelajari
secara lebih dalam dari ayat-ayat al-Qur'an, terkadang suatu hukum itu tidak
tercantum dalam ayat yang Muhkamat akan tetapi bisa kita tetapkan dengan
hukum-hukum kias yang termasuk dalam Mutasyabihat, dan disinilah letak
fleksibelitas al-Qur'an. Saat ada permasalahan-permasalahan baru yang timbul
karena faktor kemajuan jaman, dia akan tetap bisa uptodate dan mengeluarkan
fatwa-fatwanya.
Misalnya lagi tentang hukum merokok, hukum 'goyang inul',
hukum perbankan Lalu sekarang ada juga pertanyaan, kenapa justru emas itu
hanya diharamkan bagi laki-laki saja dan tidak bagi wanita ?
Dari Abu Musa, bahwa Nabi Saw bersabda : Dihalalkan emas dan
sutera bagi perempuan-perempuan dari umatku; dan diharamkannya atas laki-laki
dari ummatku' - Riwayat Ahmad, Nasa'i dan Tirmidzi mengesahkannya
Dari Umar ia berkata : Aku mendengar Nabi Saw bersabda :
Janganlah kamu memakai sutera, karena sesungguhnya barangsiapa memakainya
didunia maka ia tidak akan memakainya diakhirat. - Riwayat Ahmad, Bukhari dan
Muslim
Secara sempit, peranan dari laki-laki adalah pemimpin kaum
wanita dalam rumah tangganya, namun secara lebih luas, laki-laki juga adalah
pemimpin umat dalam skala luas (rumah tangga yang lebih besar), itu sebabnya
juga semua Nabi didalam Islam adalah laki-laki.
Laki-laki yang hidupnya bergelimang kemewahan cenderung akan
membawa keluarganya pada kekufuran, sementara wanita yang memakai perhiasan
mewah adalah sudah menjadi salah satu tabiatnya, fitrahnya seperti itu, senang
pada hal-hal yang indah dan materialistik, tetapi ini juga sebenarnya memiliki
batasan-batasan tertentu dari Allah, misalnya :
"Dan janganlah mereka menghentakkan kaki mereka agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan." ( Qs. 24 an-Nuur :31 )
Kisah Qarun yang dijadikan contoh oleh al-Qur'an kiranya
cukup memberikan pelajaran dan hikmah kepada kita mengenai kebiasaan hidup
bermewah-mewahan dikalangan laki-laki.